METODE PENANGKAPAN IKAN SEHUBUNGAN DENGAN ALAT TANGKAP
1. Pancing
Prinsip pancing ialah melekatkan umpan pada mata kail, lalu kail diberi tali; setelah umpan dimakan ikan, mata kail akan juga termakan dan dengan tali manusia menarik ikan ke darat/perahu.
Beberapa segi positif perikanan pancing :
a. Struktur dan operasi penangkapan mudah dilaksanakan
b. Organisasi usaha kecil, dengan modal sedikit, usaha sudah dapat berjalan
c. Syarat daerah penangkapan ikan relatif sedikit dan dapat dengan mudah di pilih
d. Pengaruh cuaca relatif sedikit
e. Ikan yang tertangkap seekor demi seekor sehingga kesegarannya terjamin
Beberapa segi negatif perikanan pancing :
1) Dibandingkan dengan perikanan jaring, jumlah hasil sedikit dalam waktu yang singkat
2) Memerlukan umpan yang akan berpengaruh terhadap operasi penangkapan
3) Keahlian perorangan nelayan sangatlah menonjol
4) Bersifat pasif, artinya menunggu ikan memakan umpan dahulu baru ikan tertangkap
Untuk dapat meningkatkan jumlah hasil tangkapan pancing tanpa merubah dengan alat tangkap lain, adalah sebagai berikut :
1) Menambah satuan pancing
2) Menambah jumlah perahu
3) Menambah mata kail per satuan pancing
4) Mencari lokasi penangkapan yang baru dengan armada semut.
Jenis-jenis pancing dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Pancing tangan (hand line)
2) Pancing tonda (troll line)
3) Huhate (skipjack pole and line)
4) Rawai dasar tetap (set bottom long line)
5) Rawai tegak (vertical long line)
6) Rawai tuna (tuna long line)
1.1. Pancing Tangan (Hand Line)
Metode fishing line yang paling sederhana adalah hand line yang arti harfiahnya adalah memancing dengan tali yang dipegang tangan. Pancing tangan (hand line) adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan yang sudah lama dikenal nelayan. Menurut Vont Brant (1962), pancing termasuk “fishing with line” yang dilengkapi dengan mata kail.
Memancing dilakukan dengan cara menangkap ikan dengan menggnakan kail, atas dasar satu ikan satu kail. Prinsip penggunaan pancing adalah dengan melekatkan umpan pada mata pancing, lalu pancing diberi bertali; setelah umpan dimakan maka mata pancing akan juga termakan dan dengan tali manusia menarik ikan itu ke perahu/darat (Ayodhyoa, 1975).
Tabel. Contoh spesifikasi alat pancing
Jenis Pancing | Bagian tali | Data Bahan Pancing | |||||
Material | Diameter (mm) | Panjang (m) | |||||
Selar Ikan dasar | Pengantar Utama Cabang Pengantar Utama Cabang | PA Mono PA Mono PA Mono PA Mono PA Mono PA Mono | 0,8 0,3 0,2 1,5 1,2 1,0 | 50,00 – 100,00 14,5 – 29,50 0,15 100,00 - 200,00 50,00 1,00 | |||
Jenis Pancing | Bagian Alat | Data mata pancing, pemberat dan tali | |||||
| Material | Ukuran (No) | Jumlah (bh) | Berat (gr) | |||
Selar Ikan dasar | Mata Pancing Pemberat Mata Pancing Pemberat | SSt Pb SSt Pb | 20 12 - 7 | 10 - 25 1 1 - 2 1 | 100 - 300 300 - 400 | ||
1.2. Pancing Tonda (Troll Line/Trolling)
Alat penangkapan ini dikembangkan mulai tahun 1965 di Hawai, yang merupakan modifikasi dari berbagai jenis tonda yang sederhana. Umpan buatan terbuat dari bahan plastik berwarna-warni : merah, putih, kuning dan ungu dan dibungkus disamping itu ada juga yang menggunakan bulu-bulu ayam, mata kail terbuat dari bahan yang mengkilat.
Hasil penelitian alat ini sangat efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang senang bergerombol dan rakus, seperti jenis-jenis tuna dan cakalang.
Alat utama penangkapan ikan dengan trolling adalah : tali pancing, karet pencegah tarikan, swivel (kili-kili), tali cabang dan mata pancing
Tabel . Contoh spesifikasi pancing tonda
Bagian | Bahan | Diameter (mm) | Panjang (m) | Jumlah (bh) |
Outrigger Tali utama 1 2 Depressor 3 Swivel Hook | Bambu Nylon Nylon Kayu Pb Sst | 0,9 0,73 242,00 No. 4 ; 5 No. 15 | 6 19,50 9,00 | 1 2 2 |
Perahu berukuran 3 – 5 ton bahan fbre glass dengan panjang 10 – 12 meter dengan kecepatan 7 – 10 knot saat operasi penangkapan
Gambar 1. Sketsa pancing tonda (troll line) dan alat bantu mekaniknya
1.3. Huhate (Pole and line)
Alat tangkap Pole and line terdiri dari 3 bagian besar yaitu : tangkai, tali dan mata pancing. Tangkai yang terbuat dari bambu mampunyai syarat-syarat sebagai berikut :
(1)Bambu mampunyai ruas yang pendek dan rongga dalam tidak terlalu besar (hampir padat)
(2)Tidak mudah patah, pada bagian ujung agak melengkung dan mempunyai daya lentur yang baik.
(3)Bambunya cukup tua dan tidak rusak.
Dewasa ini, tangkai pada pole and line telah diganti dengan menggunakan bahan dari fibreglass, sehingga lebih kuat, ringan dan lentur.
Gambar 2. Sketsa pancing joran
Operasi penangkapan pada skipjack pole and line diawali dengan mempersiapkan segala keperluan (BBM, perbekalan, dan sebagainya). Kapal skipjack kemudian berlayar menuju daerah penangkapan ikan umpan. Umpan hidup yang sangat diperlukan untuk menangkap ikan cakalang dengan pole and line dapat diperoleh dengan cara menangkap sendiri menggunakan “boo uke ami” atau membeli dari nelayan yang menangkapnya menggunakan bagan apung. Ikan-ikan umpan hidup tersebut kemudian dimasukan ke dalam palkah ikan umpan dan skipjack pole and line siap berangkat menuju daerah penangkapan ikan cakalang.
Ikan umpan yang baik adalah ikan dan jenis yang mempunyai sifat sebagai berikut:
1) Disukai oleh ikan cakalang,
2) Bila dilempar dari kapal penangkap, terus berenang cepat mendekati kapal serta tetap pada permukaan laut di sekitar kapal,
3) Tahan hidup selama mungkin dalam keadaan berdesak-desakan serta tetap aktif dalam bak umpan,
4) Ukuran dari ikan umpan tersebut cocok dengan kemauan ikan cakalang (antara 3 cm sampai 15 cm),
5) Warna ikan terang/putih keperak-perakan serta mengkilap bila kena cahaya matahari,
6) Mudah didapat dalam jumlah banyak
Di daerah penangkapan ikan cakalang, nelayan menemukan gerombolan cakalang umumnya dengan petunjuk; misalnya burung-burung yang menukik-nukik menyambar di permukaan laut, ikan beruaya bersama-sama dengan kayu-kayu hanyut, bersama-sama ikan paus dan ikan lumba-lumba, dan lain sebagainya. Bila menemukan gerombolan ikan cakalang, maka nakoda mengusahakan agar:
· Gerombolan ikan cakalang berada diantara matahari dan kapal,
· Mendekati gerombolan ikan cakalang dari arah datangnya angin, artinya melawan angin,
· Kapal memotong arah jalan yang dituju oleh gerombolan ikan.
1.4. Rawai (Long Line)
a. Rawai dasar (bottom long line)
Rawai dasar (bottom long line), ditempatkan di dekat dasar terdiri dari tali utama yang kadang-kadang cukup panjang serta tali cabang dengan jarak tertentu atau berdekatan.
Gambar 3. Sketsa rawai dasar (bottom long line)
b. Rawai hanyut/permukaan (drift/surface long line)
Rawai hanyut/permukaan dioperasikan di permukaan atau pada kedalaman tertentu dari permukaan dengan bantuan pelampung yang diatur jaraknya. Alat tangkap ini dapat sangat panjang dan tali cabangnya biasanya lebih panjang dan lebih besar jaraknya dibandingkan dengan rawai dasar.
Gambar 4. Sketsa rawai hanyut/permukaan (drift/surface long line)
dan rawai tegak (vertical long line)
c. Rawai tuna (tuna long line)
Operasi penangkapan rawai tuna (tuna long line) menggunakan umpan ikan yang telah mati, tetapi dalam keadaan segar dan utuh, untuk mempertahankan kondisi umpan yang demikian, maka ikan tersebut disimpan dalam palkah pendingin ataudi es. Jenis-jenis ikan umpan yang digunakan pada rawai tuna, antara lain: Layang (Decapterus sp), Kembung (Rastrelliger sp), Bandeng (Chanos chanos), Belanak (Mugilidae), Ikan terbang (Cypsilurus sp), Lemuru (Sardinella longiceps) dan Tembang (Sardinella fimbriata).
Panjang umpan yang digunakan berkisar 15–25 cm, dan cara pemasangannya adalah dengan mengikatkan mata pancing tepat pada bagian sirip dada/pada bagian mata (lihat Gambar 5.).
Gambar 5. Cara pemasangan ikan umpan pada mata pancing
Sebelum memulai operasi penangkapan, terlebih dahulu semua peralatan disusun rapi di bagian buritan kapal dengan rincian sebagai berikut:
7) Menempatkan basket-basket, bak umpan dan pelampung pada posisi yang memudahkan pengambilan.
8) Memasang pelampung pada tali pelampung yang sudah terangkai dengan tali utama pada basket pertama (rangkaian ini berurutan pada setiap basket).
9) Menyambung ujung akhir dari tali utama pada basket pertama dengan ujung tali utama pada basket berikutnya, dan dipasang tali pelampung serta pelampung (demikian seterusnya sampai basket yang terakhir).
Gambar 6. Sketsa rawai tuna (tuna long line)
Setelah persiapan selesai, dan alat sudah siap untuk dipasang, maka pemasangan alat (setting) dapat segera dilakukan sesuai dengan urutan berikut ini:
1) Penerjunan perangkat pelampung (pelampung dan tali pelampung) yang telah terangkai dengan basket pertama.
2) Tali utama tetap diulur oleh petugas khusus, dan petugas pelempar tali cabang siap memasang umpan pada pancing.
3) Dilanjutkan dengan pemasangan dan pelemparan rangkaian tali cabang yang telah berisi umpan.
4) Pekerjaan (2) dan (3) dilakukan sampai pada ujung akhir dari tali utama suatu basket, kemudian, kembali dilakukan pelemparan perangkat pelampung untuk basket berikutnya sampai terakhir (lihat Gambar 7.).
Gambar 7. Sketsa posisi ABK pada saat penawuran (setting) rawai tuna
Gambar 8. Sketsa posisi ABK pada saat penarikan (hauling) rawai tuna
Penarikan alat (hauling) dapat dilakukan setelah alat direndam selama 3-4 jam, diawali dari pelampung pertama dilepas, atau yang terakhir. Penarikan alat dapat dilakukan sesuai dengan urutan berikut:
1) Penambilan perangkat pelampung dan menariknya ke atas kapal, hal ini dapat dilakukan secara manual dengan tangan atau line hauler.
2) Melepas rangkaian tali pelampung dan tali utama, dan kapal tetap melaju menyusur/searah dengan tali utama sambil tetap menarik dan menggulungnya, serta menempatkannya pada basket yang tersedia (dalam unit basket).
3) Pada saat tali cabang sudah naik, rangkaiannya dapat segera dilepas (untuk yang menggunakan peniti rawai/snapper) dan yang menggunakan simpul dapat digulung menjadi satu dalam unit basket.
4) Apabila ada hasil tangkapan, maka secepatnya dinaikan ke atas kapal dengan bantuan “ganco” (pengait). Perlu diperhatikan bahwa untuk produk tuna segar, hanya bagian kepala saja yang boleh luka, sebab luka pada badan akan tidak memenuhi syarat produk segar (lihat Gambar 8).
2. Bubu (Trap Net)
Metode penangkapan yang diterapkan untuk semua jenis bubu (trap net) pada umumnya sama, yaitu dipasang di daerah penangkapan yang sudah diketahui menjadi habitat target tangkapan (ikan dasar, kepiting, udang, gurita, dan sebagainya yang bisa ditangkap dengan bubu). Pemasangan bubu ada yang dipasang satu demi satu (pemasangan sistem tunggal), ada juga yang dipasang secara beruntai (pemasangan sistem rawai). Waktu pemasangan setting dan pengangkatan hauling dilakukan pada waktu pagi hari, siang hari, sore hari, sebelum matahari terbenam atau malam hari tergantung dari nelayan yang mengoperasikannya. Lama perendaman buubu di perairan ada yang hanya direndam beberapa jam, ada yang direndam satu malam, ada juga yang direndam sampai 3 hari 3 malam dan bahkan ada yang direndam sampai 7 hari 7 malam.
Gambar 9. Sketsa bubu (trap net)
Alat tangkap bubu sifatnya pasif sehingga dibutuhkan pemikat atau umpan agar ikan yang kan dijadikan target tangkapan mau memasuki bubu. Jenis umpan yang dipakai sangat beraneka ragam, ada yang memakai umpan hidup, potongan ikan, atau jenis umpan lainnya. Penempatan umpan di dalam bubu pada umumnya diletakan di tengah-tengah bubu, baik di bagian bawah, tengah atau di bagian atas dari bubu dengan cara diikat atau digantungkan dengan atau tanpa pembungkus umpan.
Bubu jaring (fyke net) biasanya dipakai di perairan dangkal, terdiri dari kantong bulat atau kerucut yang dibentuk memakai rangka bulat atau rangka lainnya dan ditutup dengan jaring. Alat ini dilengkapi dengan sayap atau penajur yang berfungsi menggiring ikan ke arah kantongnya. Bubu jaring dipasang didasar perairan memakai jangkar, pemberat atau patok dan dapat dipergunakan satu per satu atau bergandengan beberapa buah.
Gambar 10. Sketsa bubu jaring (fyke net)
Bubu tiang (stow net) biasanya hanya dipakai disungai, muara sungai dan daerah berarus kuat. Biasanya berbentuk kerucut atau piramid dan dipasang dengan bantuan jangkar atau patok menghadang arus. Mulutnya terbuka dengan bantuan rangka atau tali temali.
Gambar 11. Sketsa bubu tiang (stow net)
Posting Komentar