“LANDASAN KONSEPTUAL EKONOMI BIRU”

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Maritim telah sukses menggelar the 2nd IORA (Indian Ocean Rim AssociationBlue economy Ministerial Conference (BEC II) di Jakarta pada 8-10 Mei 2017. Pertemuan ini merupakan pertemuan ke-2 yang secara khusus membahas tentang ekonomi biru (Blue Economy) (KKP, 2017).
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah memulai program ekonomi biru, mulai dari tahun 2012. Supaya masyarakat paham akan pentingnya ekonomi biru maka artikel berikut akan mengingatkan kembali tentang landasan konseptual ekonomi biru.

Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan pada hakekatnya didasari oleh pemikiran bahwa pembangunan ekonomi harus diimbangi dengan pelestarian fungsi lingkungan untuk menjamin agar sumberdaya alam yang selama ini menjadi tumpuan kehidupan di bumi dapat terus dipertahankan daya dukung dan kualitasnya dalam jangka panjang. Berkembangnya konsep pembangunan berkelanjutan didorong oleh makin meningkatnya kesadaran negara-negara di dunia mengenai pentingnya penyerasian antara pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Hal tersebut diawali dengan penyelenggaraan pertemuan tingkat tinggi, yaitu the United Nations Conference on The Human Environment (UNCHE) 1972 di Stockholm, Swedia. Hasil pertemuan ini dikenal sebagai Stockholm Declaration yang merumuskan 2 norma yaitu (1) prinsip 21 yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan lintas batas internasional dan (2) prinsip 24 yang berkaitan dengan kewajiban bekerjasama (Rogers et al. 2008).

Indonesia yang ikut menghadiri pertemuan tersebut melakukan tindak lanjut dengan membentuk panitia yag merumuskan dan mengembangkan rencana kerja di bidang lingkungan hidup. Hasil kerja panitia tersebut tertuang dalam GBHN Tahun 1973 dengan nama pembangunan berwawasan lingkungan (Silalahi, 2003).

Selanjutnya, pada pertengahan 1980-an lahir konsep Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development). Konsep pembangunan berkelanjutan dirumuskan dan pertama kali diperkenalkan oleh World Commission on Environment and Development (WCED), suatu lembaga yang didirikan PBB yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland, yaitu Perdana Menteri Norwegia. WCED yang juga dikenal sebagai Komisi Brundtland (Brundtland Commission) yang menerbitkan buku dengan judul “Our Common Future” pada tahun 1987 (Rogers et al., 2008).

Selanjutnya pada tahun 1990-an diperkenalkan konsep Zero Emmissions oleh Gunter Pauli sebagai pendiri dan aktivis pada Zero Emmissions Research and Initiative (ZERI), yaitu sistem produksi siklus/non-linier: nir limbah, dengan prinsip: limbah dari satu produk menjadi bahan baku produk lainnya. Hasilnya: efisiensi sumberdaya alam, hasil dan nilai produk lebih besar, penyerapan tenaga kerja lebih banyak, dan tanpa limbah (KKP, 2012).

Pada tahun 1992 diselenggarakan Rio Summit di Rio de Janiero, Brazil yang mencerminkan makin meningkatnya komitmen masyarakat dunia untuk melaksanakan konsep pembangunan berkelajutan, antara lain melalui program: Agenda 21, yaitu Agenda Pembangunan dan Lingkungan pada Abad 21. Seluruh Negara anggota menyusun Agenda 21, termasuk Indonesia. Isinya antara lain: Perencanaan pengelolaan Sumberdaya Alam (tanah, air, hutan, energi, dan kelautan), Penanggulangan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Perubahan Pola Konsumsi, Pengentasan Kemiskinan, dan Pemberdayaan Masyarakat.

Selanjutnya berkembang konsep  Ekonomi Hijau (Green Economy) pada tahun 2008 yang didorong oleh UNEP (United Nations Environmental Programme), dan puncaknya pada tahun 2010 diperkenalkan Ekonomi Biru (Blue Economy) oleh Gunter Pauli melalui buku berjudul “The Blue Economy”. Buku ini diterbitkan pada tahun 2010 dari laporan yang pernah dipresentasikan pada The Club of Rome pada tahun 2009 dan didukung oleh UNEP (KKP, 2012).

Esensi dari pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dengan kata lain, pembangunan berkelanjutan seharusnya tidak membahayakan sistem alam, mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, mengendalikan eksploitasi sumberdaya alam dan berkeadilan. Berangkat dari konsep ini berkembanglah konsep Ekonomi Hijau dan Ekonomi Biru sebagai upaya untuk menterjemahkan lebih konkrit konsep pembangunan berkelanjutan (KKP, 2012).

Pengertian pembangunan berkelanjutan sebagaimana dirumuskan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (earth summit) adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhannya. Intinya ialah bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan. Dalam pembangunan berkelanjutan, pengintegrasian lingkungan ke dalam pembangunan akan mampu menghindari lingkungan dari kerusakan dan menjaga agar ia dapat mendukung pembangunan secara terus-menerus atau berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan lintas generasi (KKP, 2012).
Dalam konteks pembangunan perikanan dan kelautan, Menurut Charles (2001), ada empat aspek keberlanjutan, yaitu: 1) ekologi, 2) sosial-ekonomi, dan 3) masyarakat dan 4) kelembagaan. Ke-empat aspek tersebut di visualisasikan dalam bentuk segi tiga keberlanjutan  (lihat Gambar 1).


Gambar 1. Bentuk segi tiga keberlanjutan (Charles, 2001).
Ekonomi Hijau
Disadari bahwa sistem ekonomi yang selama ini dijalankan di seluruh dunia mempunyai kecenderungan mencemari dan merusak lingkungan yang sering disebut sebagai brown economy, maka dunia melalui Union Nation Enviroment Programe (UNEP) mengembangkan sistem ekonomi baru yang dikenal dengan sebutan Ekonomi Hijau atau dikenal dengan “Green Economy” (UNEP, 2011).

Ekonomi Hijau merupakan sistem ekonomi diharapkan mampu meningkatkan kesejahteran masyarakat sekaligus mengurangi resiko kerusakan ekologi dan lingkungan. Dalam kaitan ini, terdapat 3 (tiga) prinsip utama yang melandasi Ekonomi Hijauyaitu Efisiensi alam (nature’s efficiency), Rendah karbon (low carbon) dan Kepedulian sosial (Social inclusiveness)

Menurut UNEP indikator dari Green Economy meliputi; 1) Transformasi ekonomi. Dari investasi beresiko tinggi terhadap lingkungan menjadi investasi ramah lingkungan (low carbon, clean, waste minimizing, resource efficient, and ecosystem enhancing activities).
2) Efisiensi sumberdaya. Penggunaan material, energi, air, lahan, perubahan ekosistem, besaran limbah, dan emisi bahan berbahaya terkait dengan aktivitas ekonomi.
3.Progress and well-being. Arah investasi menuju penyediaan barang dan jasa yang berwawasan lingkungan, penguatan modal manusia dan sosial, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, tingkat pendidikan yang dicapai, status kesehatan, and ketersediaan dan akses masyarakat miskin terhadap jaringan pengaman sosial. (UNEP, 2011).

Ekonomi Biru 
Implementasi pembangunan berkelanjutan dengan konsep green products and services, yaitu produk-produk dan jasa ramah lingkungan tidak dengan sendirinya sesuai harapan. Hal ini disebabkan green products and services yang dihasilkan harus dibeli dengan harga yang lebih mahal dan makin tidak dapat dijangkau oleh masyarakat miskin karena diperlukan nilai investasi yang lebih besar. Investor harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk menghasilkan green products and services, dan tambahan biaya ini pada akhirnya dibebankan kepada konsumen (KKP, 2012).

Pada tahun 2010 terbit buku The Blue Economy: 10 years, 100 innovations, and 100 million jobsoleh Gunter Pauli (2010). Konsep Ekonomi Biru (Blue Economy) dimaksudkan untuk menantang para enterpreneur bahwa model bisnis ekonomi biru memberikan peluang untuk mengembangkan investasi dan bisnis yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan: menggunakan sumberdaya alam lebih efisien dan tidak merusak lingkungan, sistem produksi lebih efisien dan bersih, menghasilkan produk dan nilai ekonomi lebih besar, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan memberikan kesempatan untuk memberikan benefit kepada setiap kontributor secara lebih adil.

Ekonomi Biru menjamin bahwa suatu pembangunan yang dijalankan tidak hanya akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjamin terjadinya keberlanjutan secara ekologi dan sosial. Hal ini tidak terlepas dari prinsip-prinsip yang ada pada konsep ekonomi biruyaitu :
1)   Efisiensi alam 
2)   Tanpa limbah (Zero waste). Tanpa meninggalkan limbah; limbah dari sesuatu menjadi makanan untuk yang lain, limbah dari suatu proses menjadi energi untuk yang lain
3)   Kepedulian social. Kecukupan diri untuk semua, keadilan sosial, lebih banyak kesempatan pekerjaan bagi orang miskin
4)   Sistem produksi melingkar: proses generasi dan regenerasi tanpa hentikeseimbangan antara produksi dan konsumsi. 
5)   Inovasi dan adaptasi terbuka. Prinsip-prinsip hukum fisika dan adaptasi alami secara terus-menerus.

Penutup
Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan makin relevan mengingat makin meningkatnya perkembangan perekonomian dunia dan sistem kehidupan manusia yang senantiasa memerlukan dukungan lingkungan yang makin berkualitas. Fungsi lingkungan hidup sebagai penyangga kehidupan alam semesta, termasuk di dalamnya manusia harus terus dijaga agar tidak menurun atau rusak. Prinsip-prinsip keberlanjutan telah dijadikan landasan pengembangan konsep lebih nyata dengan berkembangnya konsepsi Ekonomi Hijau dan konsepsi ini telah mendorong peningkatan komitmen negara-negara di dunia untuk meningkatkan komitmen mereka menegakkan prinsip-prinsip pembangunan ekonomi tanpa merusak lingkungan.

Berkembangnya konsepsi Ekonomi Biru makin melengkapi referensi implementasi pembangunan berkelanjutan dengan cara pandang baru yang diharapkan dapat mendorong perubahan asumsi-asumsi dasar pengembangan sistem ekonomi melalui inovasi dan kreativitas sistem produksi dan manajemen sumberdaya alam yang lebih efisien, namun memberikan manfaat lebih besar pada ekonomi, sosial, dan lingkungan, yaitu sistem ekonomi yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pendapatan dan memperluas lapangan kerja, namun tidak merusak lingkungan. Ekonomi Biru memang berbeda dari Ekonomi Hijau, namun keduanya tidak saling bertentangan tetapi saling melengkapi. Gunter Pauli sendiri, sebagai pencetus Ekonomi Biru mengatakan bahwa Blue Economy is Green 2.0, yaitu sebuah versi baru konsep yang sudah pernah dikembangkan sebelumnya, yaitu Green Economy.

Ekonomi Biru bukanlah ekonomi kelautan, tetapi Ekonomi Biru dapat diterapkan dan lebih cocok untuk dijadikan landasan pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Selain itu, perlu dipahami bahwa konsepsi Ekonomi Biru disusun terutama ditujukan untuk memberikan tantangan kepada para pengusaha dan investor untuk mengembangkan bisnis dan investasi yang inovatif dan kreatif yang lebih menjanjikan karena akan lebih kompetitif dan lebih banyak memberikan keuntungan ekonomi dan sosial, serta sekaligus dengan sendirinya melindungan lingkungan dari kerusakan.

Referensi dan Sumber Dokumentasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Blue Economy: Pembangunan Kelautan dan Perikanan Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat. (Sustainability – Social Inclusiveness – Innovative Investment).
Pauli, Gunter A. 2010. The blue economy: 10 years, 100 innovetions, 100 million job. Paradigm Publications, Taos, New Mexico, USA.
Rogers PP, Jalal KF, dan Boyd JA.  2008. An Introduction to Sustainable Development. London.  Glen Educational Foundation, Inc.
Silalahi D.  2003.  Pembangunan berkelanjutan dalam rangka pengelolaan (termasuk perlindungan) sumber daya alam yang berbasis pembangunan sosial ekonomi. Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII.  Diselenggarakan di Denpasar tanggal 14-18 Juli 2003.
Smith, Fraser (ed), 1997. Environmental Sustainability, St. Lucie Press, Boca Raton, Florida.
Soewito, Cholik, F., Moeslim, S. 2011. Perikanan Indonesiamasa lalu, kini dan masa depan. Masyarakat Perikanan Nusantara – Yayasan Sejahtera Mina, 204 hlm.
Stephanie Meakin. 1992. The Rio Earth Summit: Summary of the United Nations Conference on Environment and Development. Science and Technology Division, Goverment of Canada.
UNCLOS. 1982. The 1982 Conference on the Law of the Sea. United Nations Convention on the Law of the Sea.
UNEP, Regional Seas Programme. 2009. The UNEP Large Marine Ecosystem report: a perspective on changing conditions in LMEs of the world's regional seas.
UNEP. 2011. Towards a Green Economy: Pathways to Sustainable Development and Poverty Eradication – A Synthesis for Policy Makers. www.unep.org/greeneconomy.


Label:

Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Gambar tema oleh merrymoonmary. Diberdayakan oleh Blogger.