Ratusan rumpon milik nelayan tradisonal di Bengkulu rusak disapu kapal trawl setiap harinya. Kondisi ini mengakibatkan tangkapan ikan jauh berkurang hingga 90 persen.
Keluhan ini disampaikan oleh nelayan Kelurahan Malabero, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu, Syahrial (59).
"Dalam sehari di laut yang jaraknya 40 hingga 50 mil ditemukan kapal trawl, per hari sekitar 30 hingga 40 kapal trawl," kata Syahrial, Sabtu (7/10/2017).
Menurut Syahrial, di Kelurahan Malabero terdapat 24 kapal nelayan tradisional, satu kapal biasanya memiliki rumpon antara 10 hingga 20 rumpon yang dipasang di dalam laut.
Rumpon adalah salah satu jenis alat bantu penangkapan ikan yang dipasang di laut, baik laut dangkal maupun laut dalam. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul di sekitar rumpon sehingga ikan mudah untuk ditangkap.
"Rumpon yng dipasang itu hancur disapu oleh pukat harimau (trawl). Biasanya satu rumpon kalau sedang beruntung nelayan mendapatkan satu ton ikan. Kalau hancur kami tak dapat apa-apa, jaring kami kosong," ungkap Syahrial.
Hal yang sama juga disampaikan nelayan lain, Syamsurizal (43). Menurut dia, trawl tersebut berasal dari luar Bengkulu seperti Lampung, Sumatera Utara, dan lainnya.
Kapal trawl tersebut beredar di perairan Provinsi Bengkulu seperti laut Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma, Bengkulu Utara dan Mukomuko.
Para nelayan menyebutkan, saat kunjungan Presiden Joko Widodo dan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti di tahun 2014 kapal trawl sempat terhenti. Namun ketika presiden pulang ke Jakarta kapal trawl kembali beraksi.
" Kapal trawl itu banyak dari luar, kalau nelayan Bengkulu mana berani pakai trawl karena tahu itu melanggar dan pasti diringkus petugas. Intinya kami meminta pemerintah tegas dan jaga perairan," ujarnya.
Keluhan nelayan ini menurutnya berlaku untuk semua nelayan di Bengkulu tidak saja nelayan di Kota Bengkulu.
"Semua nelayan kecil di Bengkulu menjerit akibat trawl ini," jelasnya.
Wakil Ketua I, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Wilayah Kota Bengkulu, Romi Paslah saat dihubungi membenarkan keluhan nelayan tersebut.
"Ini keluhan kami banyak upaya telah dilakukan, berkoordinasi dengan pemerintah dan aparat keamanan, namun hasilnya belum maksimal," ujarnya.
Pihaknya saat ini sedang mengupayakan langkah persuasif agar aktifitas trawl di laut Bengkulu terhenti. Selain merusak rumpon, trawl juga merusak gugusan terumbu karang yang banyak tersebar di prairan Bengkulu sebagai tempat ikan bertelur.
"Kami berupaya menahan nelayan tradisional yang marah, mereka mengancam akan sweeping kapal trawl yang beraksi di tengah lutan," ujarnya.
Bentrokan antara nlayan tradisional di Bengkulu dengan pengguna trawl terjadi pada tahun 2000 saat itu banyak kapal trawl dibakar oleh nelayan yang kesal akibat tangkapan ikan menurun.
Plt Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah saat dimintai konfirmasi mengenai hal ini belum menjawab saat dihubungi melalu pesan singkat.
Sementara itu, pimpinan Komandan Angkatan Laut Bengkulu hingga saat ini masih diupayakan untuk mendapatkan konfirmasi atas keluhan para nelayan tersebut.
Sumber Berita : KOMPAS COM
Posting Komentar