Maret 2017

Pemerintah pada tanggal 15 Januari 2014 telah menetapkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.  Dalam konsideran UU tersebut diisampaikan bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Kemudian bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Berkaitan UU tentang Desa tersebut, penyuluh perikanan di Indonesia diharapkan dapat mempelajarinya kaitan dengan kegiatan penyuluhan perikanan dalam pemberdayaan pelaku utama perikanan yang umumnya di pedesaan.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa selengkapnya dapat diunduh
OLEH :PUSLIH

Kalau bicara penyuluhan, rujukan UU utama yaitu No. No 1 Tahun 2006 tentangSistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.  Walaupun UU ini sudah ditetapkan hampir 8 tahun lalu, implentasi dan pemahaman di daerah masih beragam.
Tetapi walaupun demikian ada hal-hal penting yang tetap menjadi pegangan bersama dan itu dimuat dalam konsideran UU ini, yakni penyuluhan sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum merupakan hak asasi warga negara Republik Indonesia. Statemen ini menjadi pegangan penyuluh perikanan di lapangan bahwa dalam melaksanakan penyuluhan, penyuluh perikanan tidak memandang agama, suku, golongan dari sasaran penyuluhan sepanjang warga negara Indonesia mereka berhak mendapatkan penyuluhan.
Demikian, pada konsideran berikutnya, pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang berkelanjutan merupakan suatu keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan baku industri; memperluas lapangan kerja dan lapangan berusaha; meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan; mengentaskan masyarakat dari kemiskinan khususnya di perdesaan; meningkatkan pendapatan nasional; serta menjaga kelestarian lingkungan. 
Selanjutnya, bahwa untuk lebih meningkatkan peran sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, andal, serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan, dan organisasi bisnis sehingga pelaku pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya saing tinggi dan mampu berperan serta dalam melestarikan hutan dan lingkungan hidup sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Konsideran tersebut menjadi landasan Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan penyuluhan di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan di seluruh Indonesia tentu saja disesuaikan dengan potensi dan karakteristik masing-masing daerah.
Untuk mengingatkan kembali dan memudahkan pemahaman isi UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, bahan sosialisasi yang dibuat sejak tahun 2006 ini dapat diunduh oleh siapapunstakeholder kelautan dan perikanan.

SALINAN ASLINYA DI PUSLUH



Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil belum memberikan kewenangan dan tanggung jawab negara secara memadai atas pengelolaan Perairan Pesisir dan pulau-pulau kecil sehingga beberapa pasal perlu disempurnakan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat.
Pemerintah telah menetapkan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil selengkapnya dapat diunduh
SUMBER : DOWNLOAD 
http://www.pusluh.kkp.go.id/index.php/arsip/c/1039/?category_id=13

Sesuai dengan janji kampanye Presiden terpilih Jokowi-JK, aspek kelautan menjadi perhatian serius pada Kabinet Kerja Tahun 2014-2019, terlebih dibentuknya Kemenko Kemaritiman untuk pertama kalinya. 
Pemerintah telah menetapkan UU No. 31 Tahun 2014 tentang Kelautan yang telah lama dinanti-nanti dan diperjuangkan berbagai stakeholder KP.  
Dalam konsideran UU tersebut, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sumber daya alam yang melimpah yang merupakan rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh bangsa dan negara Indonesia yang harus dikelola secara berkelanjutan untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  
Selain itu wilayah laut sebagai bagian terbesar dari wilayah Indonesia yang memiliki posisi dan nilai strategis dari berbagai aspek kehidupan yang mencakup politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan merupakan modal dasar pembangunan nasional.  Hal lain yang dicantumkan dalam konsideran UU tersebut adalah dasar itu pengelolaan sumber daya kelautan dilakukan melalui sebuah kerangka hukum untuk memberikan kepastian hukum dan manfaat bagi seluruh masyarakat sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara.
Terkait dengan hal dimaksud, penyuluh perikanan sebagai salah satu unsur perlu mempelajari UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dan turut mensosialisasikan kepada masyarakat kelautan dan perikanan.  UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan selengkapnya dapat diunduh.

Keterangan: jika ingin Mendownload UU perikanan silahkan KLIK

OLEH: PUSLUH

Pada 2 Oktober 2014 yang lalu, telah ditetapkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.  UU ini sangat strategis karena mengatur pembagian urusan pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam semua aspek penyelenggaraan pemerintahan.
Terkait dengan penyuluhan, pada matrik lampiran UU baru ini pada Sub urusan Pengembangan SDM Masyarakat Kelautan dan Perikanan, tercantum urusan Pemerintah Pusat terkait pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan yaitu: a)    Penyelenggaraan penyuluhan perikanan nasional; b)    Akreditasi dan sertifikasi penyuluh perikanan dan c)   Peningkatan kapasitas SDM masyarakat kelautan dan perikanan menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Pusluh KP telah mengadakan berbagai pertemuan membahas implikasi UU tersebut antara lain pertemuan dalam rangka Harnus tahun 2014, pertemuan Bakornas dan terakhir rapat koordinasi lingkup KKP.
Dalam konsideran UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah daerah, disampaikan bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkanuntuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peranserta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Kemudian efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara. Terakhir, bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah selengkapnya dapat diunduh.

Sebelum kita membahas pendekatan keagamaan dan penyuluhan perikanan, penting kiranya terlebih dahulu kita memahami pebedaan antara metode dan pendekatan. Metode dalam penyuluhan perikanan adalah cara-cara yang digunakan oleh penyuluh perikanan kepada sasarannya dalam menyampaikan materi penyuluhan melalui sebuah media komunikasi agar proses komunikasi berjalan efektif, sedangkan pengertian pendekatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dalamhttp://kbbi.web.id adalah proses, cara, perbuatan mendekati (hendak berdamai, bersahabat, dan sebagainya). Dengan kata lain pendekatan adalah proses, cara dan perbuatan yang sederhana namun berkesinambungan dalam mewadahi, menginsipirasi, menguatkan serta melatari metode penyuluhan dengan cakupan tertentu. Ada macam – macam pendekatan yang umum kita dengar seperti antara lain pendekatan individu, pendekatan kelompok sasaran/binaan, pendekatan induktif, pendekatan proses, pendekatan konsep dan pendekatan sains/teknologi. Pendekatan keagamaan dalam hal ini adalah proses, cara dan perbuatan yang sederhana namun berkesinambungan dalam mewadahi, menginsipirasi, menguatkan pelaku usaha dan pelaku utama perikanan yang mencakup kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Secara umum, agama selalu mengajak semua orang untuk berbuat baik sesuai  keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan dalam menginterpretasi serta memberi tanggapan terhadap apa yang dirasakan/diyakini. Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran, eksistensi manusia, petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat. Karena itu, agama dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan serta pendorong/pengontrol tindakan-tindakan untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran-ajaran agama. Hal tersebutlah yang mendasari mengapa pendekatan keagamaan sangat penting dirangkaikan selain sains teknis perikanan dalam penyuluhan perikanan.
Kegiatan penyuluhan perikanan dengan berbagai metode dan teknik pengembangannya merupakan sarana dalam mengajak masyarakat agar dapat mengelola suberdaya perikanan dan lingkungannya sehingga memberikan hasil yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Melalui pendekatan keagamaan, seorang penyuluh perikanan diharapakan dapat menjadikan kegiatan penyuluhan sebagai kegiatan integral dari kehidupannya secara utuh yang dapat menentukan arah kehidupan masa depan dan nasibnya dalam rangka menunaikan tugasnya sebagai mahluk Tuhan di muka bumi. Oleh karena penyuluhan perikanan harus dapat menyampaikan aturan permainan yang harus dipatuhi seseorang sesuai dengan agama yang diyakininya misalnya tidak boleh merusak sumberdaya perikanan, tidak boleh menyesatkan, tidak boleh memutarbalikkan ke benaran dan juga tidak mengelabui masyarakat. Keterbukaan, kejujuran dan rasa tanggung jawab harus dimiliki oleh penyuluh perikanan yang senantiasa mendampingi masyarakat perikanan (pelaku utama/pelaku usaha) dalam menjalankan usahanya. Pendekatan keagamaan bisa dilakukan dengan mengutip/menyampaikan beberapa ayat pada Kitab Suci yang berisikan kebaikan, bagimana harusnya pelaku usaha/pelaku utama perikanan menjaga sumberdaya perikanan dan ekosistemnya supaya letari serta berkelanjutan (disesuaikan dengan kominitas masyarakat/agamanya dan penyuluh yang melakukan pendekatan keagamaan harus beragama yang sama dengan yang disuluh).
Penyuluh perikanan sebagai suatu profesi merupakan amanah yang harus dipelihara dengan sebaik-baiknya. Amanah tersebut tidak boleh disalahgunakan, misalnya untuk memperkaya diri sendiri atau menguntungkan golongannya saja dan menelantarkan kepentingan umum, sehingga amanah harus terus mengarahkan penggunaan profesi. Profesi penyuluh perikanan mengandung pertanggungjawaban secara moril terhadap tugas-tugasnya atara lain peningkatan kemampuan pelaku usaha dan pelaku utama perikanan  dalam mengelola sumberdaya secara amanah. Kesadaran akan tanggung jawab sangat menentukan penyelenggaraan penyuluhan perikanan yang berkualitas tinggi. Dimana tanggung jawab tersebut bukan hanya terhadap insitusi atau kelembagaan yang bersangkutan tetapi juga di hadapan Tuhan. Kesadaran akan tanggung jawab yang kuat memiliki kendali diri yang juga kuat.
Kegiatan penyuluhan perikanan juga berprinsip persamaan diatara manusia yang melampaui batas-batas etnis, rasial, agama, latar belakang sosial, keturunan dan sebagainya. Masalahnya setiap orang dari latar belakang manapun ia berasal jika dipukul pasti merasakan sakit, oleh karena itu penyuluhan perikanan harus menghindari gaya konfrontatif yang penuh dengan konflik, melainkan pengembangan saling pengertian dan membangun kerjasama keduaniaan seoptimal mungkin dalam menunaikan tugas-tugas penyuluhan sebagai manusia di muka bumi.
Catatan  :     
                 Pendekatan keagamaan dalam tulisan ini hendaknya disesuaikan dengan kominitas masyarakat (agamanya) serta penyuluh yang melakukan pendekatan keagamaan harus beragama yang sama dengan yang disuluh.

Kontributor :
Markus Sembiring,S.Pi.,M.I.L
Penyuluh Perikanan Muda
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat

Sumber daya perikanan yang umumnya hidup dan berkembangbiak di alam (danau/waduk, sungai dan laut) kerap kali tidak terhindarikan dari dampak negatif ataupun dampak positif dari kegiatan usaha disekitarnya. Sumber daya perikanan yang ada di alam juga merupakan aset milik bersama (commont proverty) yang tidak jelas pengelolaannya jika tidak dikelola secara bersama. Sebagai contoh sungai memiliki arti penting bagikehidupan manusia dan beragam spesies ikan dan  biota lainnya.  
Bagi  manusia,  sungai  berpotensi  menjadi  sumber  mata  pencaharian. Sebahagian  penduduk  menggunakan  sungai  untuk  mencari  ikan  dan budi  daya  ikan keramba.  
Sungai  yang  bersih  juga  menopang kehidupan  beragam  spesies  ikan  dan biota lainnya. 
Keadaan spesies ini menjadi  penopang sumber  mata pencaharian  penduduk. Sayangnya, banyak  sekali  sungai  yang  tercemar  oleh  limbah  cair  dan  padat yang bersumber dari kegiatan produksi pabrik, rumah tangga dan dari usaha perikanan itu sendiri. Karena itu, sungai tidak hanya memiliki jasaekonomi bagi manusia, lebih dari itu sungai memiliki nilai jasa lingkungan yang besar. Ilustrasinya tidak begitu rumit. Ketika sungai sudah tercemar oleh limbah cair dan  padat,  mak kegiatan ekonom bisa  sirna,  karena spesies  ikan  dan  tumbuha tidak lagi mampu untuk hidup. Untukmenjaga    nilai    ekonomi    dan    jasa    lingkungan    sungai    diperlukan pengendalian  dalam pengelolaannya 
Bagaimanapun,  sungai merupakan barang  publik.  Tidak ada  seorangpun yang  memiliki  hak  pemanfaatan  khusus  terhadap  sungai.  Keberadaanbarang  publik  merupakan salah  satu  alasan  mendasar terbukanyaintervensi  pemerintah terhadap  kegiatan  ekonomi.  Karena  itu,eksternalitas  negatif  dari  pemanfaata sungai pasti terjadi. Dalam hal inilah kegiatan penyuluhan perikanan sangat diperlukan guna memberikan pemahaman kepada semua pihak yang melakukan kegiatan diseputaran danau/waduk, sungai dan laut supaya pengelolaan akan dampak eksternalitas dipertimbangkan sedini mungkin.
Eksternalitas adalah suatu efek samping dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan. Eksternalitas pada dasarnya timbul karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan dalam menjalankan usaha atau kegiatannya. Dalam pandangan ekonomi, eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena salah satu atau lebih dari prinsip-prinsip alokasi sumber daya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau sumber daya publik, ketidaksempurnaan pasar, kegagalan pemerintah merupakan keadaan-keadaan dimana unsur hak pemilikan atau pengusahaan sumber daya (property rights) tidak terpenuhi. Sejauh semua faktor ini tidak ditangani dengan baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini tidak bisa dihindari. Kalau ini dibiarkan, maka ini akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam jangka panjang.
Pemerintah yang dalam hal ini penyuluh perikanan dapat mengatasi suatu eksternalitas dengan melarang atau mewajibkan perilaku tertentu dari pihak-pihak tertentu. Bentuk regulasi dibidang lingkungan hidup itu sendiri bisa bermacam-macam. Adakalanya Enviromental Protection Agency(EPA) langsung menetapakan batasan polusi yang diperbolehkan untuk suatu perusahaan. Terkadang EPA mewajibkan pemakaian teknologi atau peralalatan tertentu untuk mengurangi polusi di pabrik-pabrik. Di semua kasus, demi memperoleh suatu peraturan yang baik dan tepat guna, para pejabat pemerintah harus mengetahui spesifikasi dari setiap jenis kegiatan (usaha), dan berbagai alternatif teknologi yang dapat diterapkan oleh industri yang bersangkutan, dalam rangka mengurangi atau membatasi polusi. Masalahnya, informasi seperti ini sulit di dapatkan. Disinilah peran penyuluh perikanan harus senantiasa up date informasi terkini khusunya terkait dengan alternatif teknologi yang ekonomis namun ramah lingkungan.
Selain menerapkan regulasi, untuk mengatasi eksternalitas, pemerintahmelalui penyuluh perikanan juga dapat menerapkan kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada pendekatan pasar, yang dapat memadukan insentif pribadi/swasta dengan efisiensi sosial. Para ekonom umumnya lebih menyukai pajak Pigovian dari pada regulasi sebagai cara untuk mengendalikan polusi, karena biaya penerapan pajak itu lebih murah bagi masyarakat secara keseluruhan. Andaikan ada dua pabrik-pabrik baja dan pabrik kertas-yang masing-masing membuang limbah sebanyak 500 ton per tahun ke sungai. EPA menilai limbah itu terlalu banyak, dan beniat menguranginya. Ada dua pilihan solusi baginya, yakni: :
§ Regulasi: EPA mewajibkan semua pabrik untuk mengurangi limbahnya hingga 300 ton per tahun.
§ Pajak Pigovian : EPA mengenakan pajak sebesar Rp.5.000.000 untuk setiap ton limbah yang dibuang oleh setiap pabrik. Pajak tersebut kemudian dapat diguankan untuk mengelola limbah tersebut sehingga perairan tidak tecemar.
Sekarang, mari kita andaikan EPA (Enviromental Protection Agency) mengesampingkan saran para ekonom, dan menerapkan pendekatan formal. EPA mengeluarkan peraturan yang mengharuskan setiap pabrik, untuk menurunkan limbahnya hingga 300 ton per tahun. Namun, hanya sehari setelah peraturan itu diumumkan, pimpinan dua perusahaan, yang satu dan pabrik baja dan yang lain dari pabrik kertas, datang ke kantor EPA untuk mengajukan suatu usulan.
Satu keuntungan dari berkembangnya pasar hak berpolusi ini, adalah alokasi/pembagian awal izin berpolusi dikalangan perusahaan tidak akan menjadi masalah, jika ditinjau dari sudut pandang efisien ekonomi. Logika yang melatarbelakangi kesimpulan tersebut mirip dengan mendasari teorema Coase. Ekonom Ronald Coase yang menyatakan bahwa solusi swasta bisa sangat efektif seandainya memenuhi satu syarat. Syarat itu adalah pihak-pihak yang berkepentingan dapat melakukan negosiasi atau merundingkan langkah-langkah penanggulangan masalah ekternalitas yang ada diantara mereka, tanpa menimbulkan biaya khusus yang memberatkan alokasi sumber daya yang sudah ada. Menurut teorema Coase, hanya jika syarat itu terpenuhi, maka pihak swasta itu akan mampu mengatasi masalah eksternalitas dan meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya.
Beberapa pelaku usaha terkadang juga mampu mengatasi masalah eksternalitas, dengan membiarkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengatasinya. Motif utama mereka memang untuk memenuhi kepentingannya sendiri, namun dalam melakukan suatu tindakan, mereka juga sekaligus mengatasi eksternalitas. Sebagai contoh, kita lihat saja apa yang akan dilakukan oleh seorang pembudidaya ikan dan seorangpengusaha pembuat tahu yang hidup berdekatan. Ampas tahu yang merupakan limbah dari proses pembuatan tahu kemudian dijadikan bahan baku pakan oleh si pembudidaya ikan, ampas tahu kemudian bisa langsung diberikan pada ikan dengan tambahan sedikit ikan asin, atau dapat juga diolah lebih dulu menjadi tepung dengan mengeringkannya dalam oven atau dijemur lalu digiling. Ia menguntungkan si pembudidaya ikanSipembuat tahu juga untung karena ia tidak perlu mengolah limbah tahu.
Eksternalitas ini dapat diinternalisasikan dengan cara penggabungan kedua usaha. Dalam kenyataannya, niat untuk mengupayakan internalisasi eksternalisasi seperti itulah yang merupakan penyebab mengapa banyak perusahaan yang menekuni lebih dari satu bidang/jenis usaha sekaligus.

Kontributor :
Markus Sembiring,S.Pi.,M.I.L
Penyuluh Perikanan Muda

Tidak bisa dipungkiri saat ini kita berada di era globalisasi. Era dimana tidak ada lagi batas antara ruang dan waktu. Globalisasi tidak hanya terjadi di negara kita saja tetapi di semua belahan dunia. Proses globalisasi tentu membawa dampak positif dan negatif yang berujung pada perilaku masyarakat sehingga kita harus cerdas memilih dampak yang ditimbulkan agar terhindar dari perilaku buruk. Perubahan perilaku masyarakat terbesar terjadi pada nilai-nilai dan gaya hidup. Saat ini telah terjadi pergeseran nilai-nilai kehidupan yang telah diwariskan oleh leluhur kita terdahulu. Rasa kekeluargaan dan gotong-royong akhir-akhir ini mulai memudar. Masyarakat cenderung hidup individualistis (siapa lu siapa gue) khususnya di kota-kota besar.

Globalisasi pada sektor perikanan menuntut pelaku usaha perikanan harus cepat menangkap semua informasi terkini yang bersifat positif. Informasi tersebut bisa dalam bentuk informasi harga ikan, pakan, cara budidaya ikan yang baik (CBIB), cara pembenihan ikan yang baik (CPIB), ISO, HACCP (Hazard Analysis And Critical Control Points) dalam manajemen mutu produk perikanan, Sustainable Development Goals (SDGs) dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan samudera, laut dan kelautan untuk pembangunan berkelanjutan dan lain-lain.

Globalisasi menuntut setiap negara memiliki sumber daya manusia yang berkualitas sehingga menghasilkan produktivitas tinggi dan inovasi agar produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan negara lain. Globalisasi tidak hanya merubah perilaku masyarakat tetapi juga membawa dampak luas pada berbagai bidang. Pada bidang ekonomi, perikanan Indonesia harus dapat bersaing dengan produk-produk perikanan dari negara lain. Pada bidang sosial, masyarakat perikanan Indonesia juga harus dapat bersosialisasi dengan masyarakat global. 

Pada bidang lingkunganusaha perikanan harus menjaga keberlanjutan sumber daya alam serta sumberdaya perikanan kelautan beserta dengan ekosistemnnya. Pada bidang teknologi, usaha perikanan Indonesia harus berdasarkan kode etik perikanan yang bertanggung jawab. Pada bidang hukum dan kelembagaan, produk perikanan Indonesia harus tunduk pada aturan – aturan internasional tentang bagaimana mengelola sumber daya supaya lestari, kalau tidak mau di tuduh melakukan IUU (Ilegal unregulated, and Unreportedfishing, termasuk di dalamnya pencurian ikan dan tangkapan yang tidak di laporkan. Hal ini seiring dengan telah diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) pada tahun 2016 ini.
Pemberlakuan pasar bebas ini menyiratkan pentingnya memiliki sumber daya manusia yang memiliki nilai saing tinggi. Ada sebuah ungkapan yang muncul di tengah arus globalisasi yaitu Think globally and act locally. Ungkapan sederhana namun kaya makna. Jika dikaitkan dengan globalisasi, ungkapan ini memiliki pengertian orang yang berpikir global namun dapat melakukannya dalam kegiatan-kegiatan sederhana dengan tidak melupakan budaya atau nilai-nilai asli.  
Pelopor ungkapan ini sering dikaitkan dengan seorang perencana kota Skotlandia yang juga seorang aktivis sosial yaitu Patrick Geddes yang lebih menggunakan ungkapan itu dalam bidang lingkungan. Ungkapan ini cocok diterapkan dalam penyuluhan perikanan khususnya dalam menghadapi era global dimana kita sudah mulai meninggalkan nilai-nilai asli (positif) yang diwariskan pendahulu kita.

Masyarakat perikanan harus berpikir jauh ke depan untuk jadi pemenang di era global. Pelaku usaha dan pelaku utama perikanan tentu tidak ingin hanya menjadi penonton di negeri kita dengan sumber daya alam melimpah. Salah satu penerapan dari pemikiran tersebut adalah memiliki kecerdasan intelektual yang baik. Hal itu dapat kita peroleh dengan terus belajar dan up-grade pengetahuan tanpa mengenal usia. Mempelajari hal-hal baru seperti menguasai bahasa asing. Tak dapat dipungkiri bila penguasaan bahasa asing terutama bahasa inggris sebagai bahasa internasional merupakan salah satu keharusan mengingat di era global seperti sekarang kita akan berkomunikasi dengan banyak orang dari penjuru dunia yang menjadikan bahasa inggris sebagai alat komunikasi. Menguasai teknologi informasi juga salah satu aplikasi yang mesti kita terapkan. Alasannya, saat ini kita sudah memakai peralatan kerja atau peralatan lainnya yang telah memakai tenaga mesin atau sistem komputerisasi dan bersifat dinamis.

Disamping itu, rasa nasionalisme menjadi begitu penting di era global karena banyaknya budaya luar termasuk produk yang masuk sehingga kita tetap harus mengenal dan mencintai budaya dan produk buatan negeri sendiri. Sementara saat ini banyak masyarakat yang menerima begitu saja budaya luar tanpa menilai baik-buruknya. Sejalan dengan era globalisasi yang terus bergulir, aturan/norma/ kebudayaan yang baik harus tetap kita jaga dan pelihara supaya tidak terpengaruhi oleh dampak negatif arus globalisasi. Aturan-aturan sosial di masyarakat perikanan yang harus tetap kita jaga seperti larangan bagi nelayan untuk pergi melaut yaitu pada hari Jum’at dengan tujuan selain mengkhusukan waktu beribadah dan istirahat sekaligus juga untuk menjaga kondisi ekosistem perairan supaya tidak terkuras habis setiap  hari. Kebudayaan sasi di Maluku, awig-awig di Lombok Barat, panglima laut di Aceh dan berbagai kebudayaan dalam menjaga kelestarian sumberdaya perikanan di daerah lainnya. Beberapaaturan/norma/ kebudayaan di atas sudah mulai terkikis oleh waktu. Pelaku utama/ pelaku usaha perikanan tidak lagi mengindahkan aturan/norma/ kebudayaan yang telah diwariskan oleh para leluhur terdahulu karena terpengaruh oleh globalisasi. Penerapan lainnya yang tidak kalah penting adalah tidak meninggalkan ajaran agama karena ajaran agama akan menuntun kita untuk berbuat baik dan benar. Jika kita mampu menerapkan itu semua, mewujudkan pelaku utama/ pelaku usaha perikanan yang siap menghadapi era global semakin mudah.

Beberapa tindakan think globally and act locally dalam penyuluhan perikanan adalah :
§ Terus belajar dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya manusiapelaku utama/ pelaku usaha perikanan yang memiliki nilai saing tinggi
§ Terus berkarya dan berinovasi dalam menumbuh kembangkan usaha perikanan dalam negeri dengan mengadopsi perkembangan global tanpa meninggalkan khasana lokal
§ Terus mempelajari hal-hal baru seperti menguasai bahasa asing danteknologi informasi
§ Tetap mengenal dan mencintai aturan/norma/ kebudayaan yang baik negeri sendiri dalam menjaga kelestarian sumberdaya perikanan seperti sasi di Maluku, awig-awig di Lombok Barat, panglima laut di Aceh
§ Melakukan tindakan nyata yang sederhana seperti menanam mangrove di kawasan abrasi, erosi dan kawasan yang sudah mengalami alih fungsi lahan, tidak membuang sampah ke perairan dan tindakan-tindakan positif lainnya untuk menekan pemanasan global (global warming).
§ Terlibat langsung dalam sosialisasi stop penebangan hutan di kawasan pesisir, cara budidaya ikan yang baik, usaha penangkapan ikan yang bertanggung jawab/lestari dan cara pengolahan mutu hasil perikanan yang standar nasional/internasional.  
Aksi  think globally and act locally dalam penyuluhan perikanan di atas akan memberikan dampak positif bagi pengurangan kemiskinan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya perikanan kelautan untuk pembangunan berkelanjutan seperti yang tertuang dalam SDGs.

Kontributor :
Markus Sembiring,S.Pi.,M.I.L
Penyuluh Perikanan Muda

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Gambar tema oleh merrymoonmary. Diberdayakan oleh Blogger.